Tank Stuart bukti sejarah yang
sebenarnya tetapi entah bagaimana menurut salah satu nara sumber sebuah
Organisasi yang ada di Sukabumi mengatakan “Persenjataan
Jaman belanda termasuk Tank Stuart di bawa ke Jakarta dan yang lainnya di bawa
ke museum Bandung tanpa persetujuan dan tanpa di ketahui Anggota Veteran
Kabupaten Sukabumi, dan kini di tugu Palagan Bojongkokosan tampil kebohongan
sejarah dalam tampilan yang lain”. Pimpinan Resimen III Siliwangi pada saat
itu adalah Letkol Eddie Sukardi mengatakan “sejarah
Bojong Kokosan akan di buat sejarah Nasional” tetapi sampai beliau
meninggal Dunia cita-citanya tidak terwujud, karena bukti-bukti sejarah hasil
rampasan dari Kolonial belanda lenyap.
Semasa Hidupnya Purnawirawan Letkol.
Eddie Sukardi mengatakan “Jika Pertempuran
Surabaya Melahirkan Hari Pahlawan, Pentempuran Ambarawa melahirkan hara
infantri, Pertempuran Bojong Kokosan yang tercatat Pertempuran terdasyat di
se-pulau jawa hanya melahirkan hari depan penuh harapan”.
Pertempuran
Besar Pasca Kemerdekaan yang Terlupakan Pencegatan konvoi Tentara Sekutu dari
Jakarta menuju Bandung di Desa Bojong-kokosan, Kecamatan Parungkuda, Kabupaten
Sukabumi pada 9 Desember 1945 belum pernah dicatatkan dalam sejarah nasional
Indonesia. Padahal, peristiwa itu layak disejajarkan dengan peristiwa 10
November di Surabaya. Peristiwa Bojongkokosan pada tanggal 9 Desember 1945
adalah awal dari serangan – serangan yang disusun oleh TKR pimpinan Letnan
Kolonel Eddie Sukardi. Peristiwa ini kemudian menjadi pemicu awal dalam
peristiwa yang kita kenal dengan perang konvoi dan merupakan perang konvoi
pertama (The Firs Convoy Battle) tanggal 9 sampai dengan 12 Desember 1945
penghadangan sepanjang 81 Km mulai dari Cigombong (Bogor) sampai Ciranjang (Cianjur)
telah mengakibatkan banyak korban dari kedua belah pihak, pihak sekutu : 50
orang meninggal, 100 orang luka berat dan 30 orang menyerah. Koraban di pihak
pejuang : 73 orang meninggal sedangkan perang konvoi kedua pada tanggal 10
sampai dengan 14 maret 1946 Sukabumi merupakan daerah perkebunan yang
menguntungkan dan dapat dijadikan sebagai benteng pertahanan yang baik bagi
Belanda/NICA. Faktor inilah yang mengakibatkan sekutu datang ke Sukabumi
kondisi demikianpun telah melahirkan sebuah “asumsi” yang mengatakan bahwa
“apabila ingin menguasai Jakarta harus dapat menguasai Jawa Barat dan apa ia
ingin menguasai Jawa Barat, kuasai dulu Sukabumi”.
Hal ini pulalah yang juga turut
membakar semangat para pejuang untuk mempertahankan Sukabumi sampai titik darah
penghabisan. Salah satu upaya mempertahankan Sukabumi dari serangan musuh adalah
mengatur strategi dan rencana yang matang Resimen III yang di tugasi operasi
penghadangan konvoi pasukan sekutu mengadakan Herdiskolasi Batalayon –
batalayonnya. Oleh karena itu, para pejuang Sukabumi berusaha mempertahankan
Sukabumi dengan sekuat tenaga agar tidak jatuh ke tangan Belanda. Komandan
Resimen III, Letkol Edi Sukardi memberikan instruksi untuk berdislokasi
pasukan, yaitu batalyon yang berkedudukan di kota Sukabumi dipindahkan ke luar
kota atas dasar strategis dan teknis pertempuran. Pertempuran pertama antara
tentara Sekutu dengan para pejuang Sukabumi terjadi di daerah Gekbrong.
Pertempuran terjadi karena adanya serangan para pejuang Sukabumi terhadap
konvoi Sekutu/NICA yang menuju Bandung. Akibat serangan itu, tentara Sekutu dan
NICA kembali datang ke Sukabumi dengan konvoi besar sebanyak kurang lebih 100
truk(Badan Pengelola Monumen Pa-lagan Perjuangan 1945, 1986: 15).
TKR dan laskar rakyat yang
mengetahui akan kedatangan tentara Sekutu,berkumpul di daerah Gekbrong sekitar
10.000 orang. Pada pukul satu siang didaerah Pancuran Luhur (tidak jauh dari
Gekbrong) terjadi pertempuran sengit antara pejuang Sukabumi melawan tentara
Sekutu. Pertempuran berlangsung sampai pukul 17.00 sore. Akibat perbedaan
senjata menyebabkan para pejuang Sukabumi tidak dapat menahan serangan Sekutu.
Untuk meng-hindari korban yang lebih banyak, TRI dan laskar rakyat mundur dan
membiarkan tentara Sekutu me-lanjutkan perjalanan ke arah Bogor(wawancara
dengan Mohtar K, tanggal 12 Juni 1997). Pertempuran terus merembet ke daerah
lain. Pada tanggal 2 Desember 1945 mulai terjadi pertempuran di daerah Bojong
Kokosan. Pada tanggal 9 Desember 1945, para pejuang Sukabumi melakukan
penghadangan terhadap konvoi tentara Sekutu sehingga terjadi pertempuran yang
dasyat. Pertempuran ini dikenal sebagai Peristiwa Bojong Kokosan, yang
menimbulkan korban yang banyak dikedua belah pihak. Peristiwa di atas terjadi,
berawal dari adanya berita yang diterima para pejuang Sukabumi di Pos
Cigombong, bahwa tentara Sekutu sedang menuju Sukabumi.
Mendengar berita tersebut, Kompi III
yang dipimpin Kapten Murad dan kepala seksi I dan seksi II serta laskar rakyat
Sukabumi berusaha menduduki tempat pertahanan di pinggir (tebing) utara dan
selatan Jalan Bojong Kokosan. Barisan TKR yang ikut terlibat dalam peristiwa
Bojong Kokosan diperkuat 165 orang yang bersenjata senapan Ediston/ Hamburg,
Bou-man/Double Loap, Pistol Parabelm, granat tangan, dan senjata tajam (golok,
tombak, dan bamboo run-cing) serta senjata buatan sendiri berupa botol berisi
bensin yang di-sumbat karet mentah yang disebut "krembing" (granat
pembakar). Sedangkan laskar rakyat didukung oleh Barisan Banteng pimpinan Haji
Toha, Hisbullah pimpinan Haji Akbar, dan Pesindo. Barisan laskar rakyat
bersenjatakan Kara-ben Jepang, pistol, dan bom molotov(Badan Pengelola Monumen).
Sekitar pukul 15.00, konvoi tentara Sekutu datang. Konvoi di-dahului dengan
tank, panser wagon, 100 truk berisi pasukan Gurkha dan pembekalan, serta
dilindungi 3 pesawat terbang pemburu. Pada saat mendekati Bojong Kokosan konvoi
berhenti karena terhalang barikade yang dibuat para pejuang Sukabumi. Adanya
barikade ter-sebut membuat tentara Sekutu terlihat panik dan bersiaga. Pada
saat itulah, Kapten Murad, komandan kompi III memberi isyarat dengan tembakan
dua kali, sebagai tanda mulai penyerangan. Terjadilah pertempuran sengit.
Para pejuang segera melemparkan
granat tangan, granat krembing, dan tembakan. Serangan ini mengakibatkan korban
jatuh di pihak tentara Sekutu (wawancara dengan M. Sholeh Shafei, tanggal 12
Juni 1997). Dalam situasi kacau, koman-dan tentara Sekutu berhasil
meng-konsolidasi pasukannya dan mengetahui lakasi pertahanan para pejuang
Sukabumi. Tentara Sekutu segera menembaki kubu-kubu pertahanan para pejuang
dengan senjata berat dari tank dan panser. Tanah tebing yang dijadikan kubu
pertahanan jebol dan longsor sehingga beberapa pejuang yang berada di kubu
pertahanan terjatuh ke jalan raya yang berada di bawahnya. Para pejuang yang
jatuh tersebut menjadi sasaran empuk senjata tentara Sekutu. Dalam situasi yang
tegang, tiba-tiba sebuah panser kecil berhenti di depan salah satu kubub
pertahanan. Panser tersebut berpenumpang dua orang. Salah seorang memakai baret
hitam dan seorang lagi memakai ubel-ubel yang diperkirakan sebagai pim-pinan
pasukan. Salah seorang penumpang keluar dari kendaraan dan melihat
sekelilingnya. Dia mengira situasi telah aman dan dengan santai mengisap rokok
cangklong sambil tertawa-tawa.
Tentara TRI yang berada di tebing
mendapat perintah dari komandan seksi II agar menembak tentara Sekutu yang
memakai baret hitam. Tembakan mengenai sasaran dengan tepat. Melihat temannya
tertembak, tentara Sekutu yang berada di dalam mobil berusaha menolong. Pada
saat mereka turun dari mobil diberondong oleh tembakan tentara TKR dan laskar
rakyat. Adanya kejadian tersebut, tentara Sekutu meningkatkan ke-waspadaan.
Mereka melakukan gerakan melambung dari samping dan belakang untuk mengurung
dan menyergap tentara TKR. Dengan demikian, kedudukan TKR menjadi terjepit dan
panik karena kehabisan peluru.
Pada saat yang kritis, tiba-tiba
turun hujan lebat disertai kabut. Suasana menjadi gelap sehingga para pejuang
berhasil meloloskan diri dari kepungan tentara Sekutu. TKR seksi II yang
dipimpin Letnan Muda D. Kusnadi mundur ke arah Parungkuda. TKR seksi I yang
dipimpin Letda Mustar mundur ke arah perkampungan Bojong Kokosan atau sebelah
utara (sekitar 300 meter) dari medan pertempuran (Badan Pengelola Monumen).
TKR yang bergerak mundur secara
diam-diam diikuti oleh ten-tara Sekutu. Tentara Sekutu naik ke atas bukit dan
menembakkan mortir ke bekas pertahanan TKR. Tembakan tersebut salah sasaran,
bukannya mengenai para pejuang melainkan mengenai tentara Sekutu sendiri.
Korban pun jatuh di pihak tentara Sekutu. Pada saat hujan reda dan cuaca
kembali cerah, terdengar bunyi peluit dari tentara Sekutut sebagai tanda
pertempuran telah selesai. Pada saat itu, sisa tentara Sekutu yang ada segera
naik ke kendaraan sambil membawa rekan-rekannya yang telah menjadi korban.
Tentara Sekutu meninggalkan Bojong-kokosan menuju Sukabumi dan sepanjang
perjalanan mereka me-nembakkan senjata secara membabi buta(wawancara dengan M.
Mohtar, tanggal 12 Juni 1997). Setelah pertempuran di Bojong Kokosan berakhir,
maka satu regu TKR memeriksa bekas pertempuran. Setelah diperiksa ternyata TKR
telah kehilangan 73 orang, yaitu 28 orang gugur (pasukan yang menempati tebing
bagian bawah pinggir jalan seperti Suban dan Aceng), dan 45 orang gugur di
sepanjang jalan Bojong Kokosan. Tentara Sekutu yang gugur diperkirakan sebanyak
50 orang. (Sumber: Museum Bojong Kokosan).
Adanya tembakan tentara Sekutu yang
dilakukan dalam gerakan menuju Sukabumi dibalas oleh para pejuang Indonesia.
Pertempuran terus berkobar sepanjang jalur Bojong Kokosan sampai perbatasan
Cianjur, seperti di Ungkrak, Selakopi, Cikukulu, Situawi, Ciseureuh sampai
Degung; dan Ngaweng, Cimahpar di Pasekon Sukaraja sampai Gekbrong. Serangan
terhadap tentara Sekutu mendapat bantuan rakyat yang ada di sekitar daerah
tersebut(Rusman Wijaya,1996: 67). Pada saat tentara Sekutu tiba di Sukabumi,
Komandan tentara Sekutu segera mengajak berunding para pemimpin TKR dan
pe-merintah setempat, yaitu Letkol Edi Sukardi (Komandan Resimen III), Bupati
dan Walikota Sukabumi, dan Dr Abu Hanifah. Tentara Sekutu minta dilakukan
gencatan senjata. TKR dan pemerintah setempat menyetujui usul tersebut dan
menginstruksikan penghentian tembak menembak. Pada kenyataannya, tentara Sekutu
sendiri yang bertindak curang dengan tidak mentaati ke-sepakatan gencatan
senjata. Pada tanggal 10 Desember 1945, tentara Sekutu membombandir Cibadak
dari udara melalui pengeboman beberapa pesawat tempur. Tindakan ini dilakukan
sebagai bentuk balas dendam atas banyaknya korban di pihak tentara sekutu pada
pertempuran sebelumnya. Menurut catatan sejarah, pengeboman udara tersebut
sebagai serangan udara terbesar setelah jaman perang dunia kedua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar