FWAR

MEDIA INDEPENDENT ONLINE FORUM WARTAWAN DAN AKTIVIS REPORMASI ( FWAR )

fiks

fiks
DPP FWAR

Minggu, 22 Januari 2017

KEPALA KUA CIREUNGHAS KAB. SUKABUMI TERBITKAN AKTA NIKAH ASPAL, KINI AHMAD H LAYANGKAN KEPADA ISTRINYA SURAT BODONG DARI PENGADILAN AGAMA

Bukti Investigasi, Sukabumi.
Di dalam Berita Minggu lalu Kejadian yang di duga Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag. melakukan Tindak Pidana Pemalsuan Adata – data dalam Buku/ Kutipan Akta Nikah dengan Nomor register/ Nomor Buku 4157901, yang di terbitkan di Jakarta 24 Februari 2015 M (Masehi)/ 05 Jumadil Awal 1436 H (Hijriah), yang di tandatangani oleh Menteri Agama RI LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN. Adapun terjadinya Pemalsuan Kutipan Akta Nikah tersebut  di wilayah Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi, yang diduga dilakukan oleh Oknum Kepala KUA yang bernama Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag.

Buku/ Kutipan Akta Nikah dengan Nomor : 201/45/IV/2016. Terjadinya Pernikahan paha Hari Rabu Tanggal 27 April 2016/ 19 Rajab 1437 H. nama yang melangsungkan pernikahan menurut catatan Kutipan Akta Nikah yaitu AHMAD H BIN SOBANDI, lahir di Sukabumi, 27 Maret 1980, Pekerjaan PNS dan menurut Kutipan Akta Nikah beralamat di Kp. Pojok RT 2 RW 2, Menikah dengan seorang wanita yang bernama DIAN M S BINTI ASEP S Lahir di Sukabumi pada Tanggal 20 Maret 1982, Pekerjaan IRT (Ibu Rumah Tangga), Alamat  di Kp. Pojok RT 2 RW 2, dengan Mas kawin berupa : PERHIASAN MAS (Tunai), Kutipan Akta Nikah yang di terbitkan oleh KUA Kecamatan Cireunghas/ Perwakilan RI, Pegawai Pencatat Nikah yang di tandatangani oleh kepala KUA Cireunghas Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag. NIP 19660321 199103 1003. Cap/ Stempel KUA Cireunghas Kabupaten Sukabumi pada Tanggal 21 April 2016.

Perceraian Dian MS dengan Tarkim tanggal 11 April 2016 dan Pernikahan antara Dian MS dengan Ahmad Hamidi terjadi pada Tanggal 27 April 2016, berarti Dian MS  baru 16 Hari Menjanda dan menurut Aturan Hukum Islam bahwa sebelum 100 Hari belum Syah untuk menikah dengan Laki-laki lain selain Tarkim S. T. berarti Kepala KUA Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag. sudah menikahkan Istri Orang lain, apa dengan Prilaku Kepala KUA di benarkan secara Presudur, Aturan atau Undang-undang???, jika menabrak Kesemuanya itu berarti Melanggar dan Harus di Proses secara demikian juga.

Lembar kedua AHMAD HAMIDI…
Kabar terbaru Team BI mendapatkan bukti Surat Panggilan dari Pengadilan Agama Kota Sukabumi yang di tujukan kepada Dian MS, bukti tersebut adalah Prihal Cerai talak/ SURAT PANGGILAN (RELAAS) Nomor Surat 0008/Pdt.G/2017/PA.Smi, pada Hari selasa Tanggal 10 Januari 2017, bahwa di dalam surat ini yang Memohon adalan AHMAD HAMIDI bin SOBANDI sebagai Pemohon dan DIAN MARDIANASARI binti ASEP S sebagai Termohon, bahwa dalam surat Panggilan ini agar Dian MS supaya datang pada hari Kamis Tanggal 19 Januari 2017 Pukul 09.00 WIB untuk Pemeriksaan Perkara Perdata (Sidang), Surat Panggilan lembaran pertama yang di tandatangani oleh Jurusita Pengganti M. SADILI. SM.

Di Surat lembar kedua Sukabumi 03 Januari 2017 bahwa Pemohon dan Termohon dalam Perihal : Cerai Talak dengan Nomor surat yang sama dengan Lembar pertama, , di tujukan kepada Ketua Pengadilan Agama Kota Sukabumi menerangkan Identitas dan menerangkan maksud Cerai Talak atas dasar Kronologis dalam Poin 1. Bahwa Pemohon dan Termohon telah melangsungkan Pernikahan pada hari Rabu Tanggal 27 April 2016 di hadapan Pegawai Catatan Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi sesuai dengan duplikat buku nikah Nomor 381/KUA.10.02.40.PW.01/2017 berdasarkan Kutipan Akta Nikah Nomor:201/45/IV/2016 Tanggal Tertanggal 27 April 2016. Di Poin ke 4. Termohon (Dian MS) tidak bisa mengatur keuangan yang di berikan oleh Pemohon (Ahmad H), dimana sebesar apapun uang yang di berikan Pemohon selalu habis tanpa jelas.

Di Poin ke 1 antara Pemohon dan Termohon menerangkan bahwa Kejadian Pernikah mereka pada Tanggal 27 April 2016 di KUA Gunungpuyuh, ini kebohongan data dan pakta kejadian yang di uraikan oleh AHMAD HAMIDI dalam surat Permohonan kepada Ketua Pengadilan Agama Kota Sukabumi, walaupun Kebohongan Pernikahan pada Tanggal 27 April 2016 di KUA Cireunghas Kabupaten Sukabumi, ini juga Kutipan Akta Nikah Nomor:201/45/IV/2016 yang di keluarkan oleh KUA Cireunghas adalah Kutipan Akta Nikah Aspal (Asli tapi Palsu) dibeli dari Kepala K.U.A Cireunghas seharga Rp. 1.5Jt menurut Pengakuan Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag Kepala KUA Cireunghas, kesemuanya ini Kebohongan terhadap Publik, padahal mereka tidak pernah menikah di KUA manupun pada kenyataannya atas Pengakuan di antara mereka bahwa Ahmad Hamidi dengan Dian MS menikah Sirih di Kota Sukabumi.

Pada saat hari pemanggilan tanggal 19 Januari 2016 Dian MS tidak datang ke Pengadilan dan malah tanggal 20-nya datang ke Kantor DPD PWRCPK JABAR dan menanggapi Surat Panggilan dari Pengadilan Agama Kota Sukabumi, dalam surat tersebut di lembar ke 3 di Poin ke 4 Dian MS berkometar dengan bahasa Sunda “BOHONG, NGABALANJAAN GE’ TARA… CAN PERNAH” (BELUM PERNAH NGASIH BELANJA), maksud Dian MS bahwa Ahmad Hamidi dalam keterangannya BERBOHONG, BELUM PERNAH Ahmad Hamidi MEMBERI UANG BELANJA KEPADA DIAN MS.
Berarti keabsyahan Surat dari Pengadilan Agama Kota Sukabumi yang di tujukan kepada Dian MS di ragukan diduga Bodong, karena surat tersebut tidak berdasarkan Akta Nikah manapun, sementara Ahmad Hamidi tidak mengantongi Akta Nikah Bodong dari K.U.A Ciruenghas, MENURUT Ade Kepala K.U.A Gunungpuyuh bagai mana bisa membuat Duplikat Akta Nikah dari K.U.A yang lain, data mereka ada di K.U.A Cireunghas. Jadi jelas bahwa Ahmad Hamidi diduga ada motif-motif lain terhadap Dian MS dan di bantu oleh oknum Pengadilan Agama Kota Saukabumi.

Pada Senin 16 Januari 2017 Team BI menemui K.U.A Gunungpuyuh dan bertemu dengan Ade Kepala K.U.A tersebut, ketika Ade di konvirmasi keterkaitan masalah Duplikat Akta Nikah yang di keluarkan oleh K.U.A gunungpuyuh sesuai yang tertera di Surat Pengadilan, Ade sebagai kepala K.U.A membantah adanya Pembuatan Duplikat Akta Nikah yang di keluarkan olehnya, lalu Kepala K.U.A memanggil bawahannya Asep untuk Kroscek data yang di ajukan surat Pengajuan Akta Cerai dari pengadilan Agama Kota Sukabumi, tidak lama kemudian Asep membawa data buku besar dan di buka di depan Team BI dan Kepala K.U.A Gunungpuyuh selanjutnya Asep menjelaskan sambil menunjuk data yang ada di agendanya “data ini sesuai yang di keluarkan dan yang tercatat oleh K.U.A Gunungpuyuh Pa, bahwa dalam kejadian dan data yang ada tidak ada nama tersebut dan Nomor yang di maksud, dalam surat ini yang di keluarkan oleh Pengadilan Agama Kota Sukabumi bahwa Duplikat Akta Nikah No. 381/KUA.10.02.40.PW.01/2017 yang di keluarkan oleh K.U.A Gunungpuyuh Kota Sukabumi ini tidak benar Pa’ coba lihat Pa !“ kata asep sambil menjelaskan dan menyodorkan Buku besarnya kepada Team BI “disini di terangkan bahwa K.U.A Gunungpuyuh mengeluarkan Duplikat Akta Nikah baru Nomor 3, sedangkan yang tertera dalam surat pengadilan Agama Nomornya sudah 381, ini tidak sesuai Pak”.

Setelah selesai Asep menjelaskan kepada Team BI, lalu Team BI menanyakan kembali kepada Kepala K.U.A Gunungpuyuh “apa mungkin ada Pekerja Bapak yang mungkin nakal di luar sepengetahuan Bapak, dengan cara memberi atau menjual Duplikat Akta Nikah?” Kepala K.U.A Gunungpuyuh menjawab “tidak mungkin, Pertama karena Akta Nikah Duplikat ada di berangkas Ruangan saya yang selalu terkunci, kedua Nomor Duplikat tersebut terlalu jauh tidak sesuai itu nomornya 381 sedangkan Nomor Duplikat yang kami Punya baru 3 Nomor, jadi tidak mungkin Pekerja K.U.A ini yang memalsukan”, jelas Ade Kepala K.U.A sambil tertawa. Tem BI kembali menanyakan kewenangan tentang penandatanganan dalam Duplikat Akta Nikah, jawabnya “yang berhak menandatangan di Duplikat Akta Nikah adalah Kepala K.U.A”, lalu Ade menambahkan “kewengan dan 4 tugas Kepala K.U.A itu adalah 1. Memeriksa (data yang akan menikah) 2. Mengawasi (perjalanan data yang akan menikah) 3. Menghadiri (Pernikahan) 4. Mencatat (dalam akte Nikah dan mendokumentasikan)”.

Lalu bagai mana Pendapat Pa. Ade dengan adanya Surat dari Pengadilan yang di tandatangani oleh M. Sadili SM (Jurusita) dan Stempel Pengadilan Kota Sukabumi sehingga Pengadilan tersebut bisa mengeluarkan surat Panggilan kepada Dian NS pada Tanggal 19 Januari 2016 untuk beracara/ Sidang?, Ade Menjawab “Diduga Surat Pengadilan tersebut Palsu karena yang saya tahu kalimatnya tidak seperti ini, lalu Pihak Pengadilan tidak mungkin mengeluarkan Surat tersebut karena dasarnya harus ada Duplikat Akta Nikah yang asli, sedangkan saya/ K.U.A Gunungpuyuh tiadak pernah membuat Duplikat atas nama Ahmad Hamidi dan Dian NS”, pungkasnya sambil geleng kepala melihat Surat yang di terbitkan oleh Pengadilan Agama Kota Sukabumi.

Kembali ke K.U.A Cireunghas Kabupaten Sukabumi yang di kepalai oleh Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag ternyata di Kantor ini banyak sekali masalah yang merugikan Masyarakat setempat dan menguntungkan pihak-pihak K.U.A Cireunghas, dalam Koran Harian Pelita Sukabumi Kabar Tanggal 12/1/2017 bahwa Oknum K.U.A Cireunghas yang ber-Inisial A (ARIPIN/ Ust. Ujet) menikahkan Ledi dan Pasangannya di wilayah K.U.A Cireunghas di pungut biaya hingga Rp.1.2Jt dan masih meminta bayaran tambahan sejumlah Rp.1Jt hingga sampai sekarang Akta Nikah yang termahal tersebut tidak kunjung kelar, menurut Aripin bahwa “uang tersebut telah di Bagi-Bagi dengan Amil Desa Cireunghas sebesar Rp. 200rb, Amil Desa Cikurutug sebesar Rp. 150rb, Amil Desa Bencoy sebesar Rp. 200rb dan Staf K.U.A Cireunghas sebesar Rp. 100rb dan saya akan setorkan ke Bank sebesar Rp. 600rb”. Begitu juga dengan Warga Cijambe yang bernama Habib alias Enye ketika menikah di kenakan biaya Rp.900ribu Oleh K.U.A Cireunghas tapi sampai sekarang Akta Nikah dari K.U.A Cireunghas tidak di berikan kepada Enye maupun Istrinya.
Selain itu Konon K.U.A Cireunghas di bawah Kepemimpinan Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag menerbitkan Duplikat Akta Nikah kepada warganya atas nama Intan dan Pasangannya seharganya Rp.750ribu tidak melalui Proses Pengadilan Agama.

Beginilah sepak terjang di dunia K.U.A Cireunghas Peraturan tinggal Peraturan Undang-Undang di jadikan sebagai alas kaki dalam sepatu yang sulit untuk di lihat, Kebijakan yang Utama menjadi ladang Penghasilan bagi mereka, Masyarakat sebagai Pelaksana Undang-Undang, Hukum dan Peraturan di jadikan Obyekan oleh mereka, inilah akibat tidak adanya atau kurangnya pengawasan dari KANDEPAG (Kantor Departemen Agama) Lembursitu Kabupaten Sukabumi, selain itu Kandepag Kab, Sukabumi ada pembiaran terkait Kasus Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag mungkin di belakang Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag ada orang Kuat sehingga bisa membuat Kandepag menjadi BANCI, padahal Kandepag sendiri mengetahi kinerja dan sepak terjang Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag sebagai Kepala K.U.A Cireunghas, mungkin juga Kepala K.U.A ini berpengaruh besar bagi Exelon di atasnya sehingga membuat takut KANDEPAG Kabupaten Sukabumi dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Sampai Hari ini Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag masih lenggang kangkung di Kantornya, tidak ada yang berani ngusik terhadapnya, sekalipun Kandepag sebagai departemen Pengawasan kinerja K.U.A sudah Pasif di buatnya… apabila 25% K.U.A dan Kandepag yang ada di Indonesia seperti yang terjadi di K.U.A Cireunghas Kabupaten Sukabumi lalu bagai mana dengan nasib moral bangsa ini ???  

Berdasarkan uraian tersebut diatas dan bukti – bukti terkait telah mengakibatkan kerugian besar berupa materi dan inmateril dengan tercorengnya Nama baik Intansi/ DEPARTEMEN AGAMA itu sendiri serta merugikan Moral Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan cara di duga melakukan Pemalsuan data-data dalam Kutipan Akta Nikah dan Menyalahgunakan Kewenangan yang mungkin akan menghambat Kepercayaan Masyarakat dalam Pelayanan Khususnya di KUA Cireunghas Kabupaten Sukabumi dan pada Umumnya di Kementrian Agama RI, Berdasarkan Surat-surat yang ada dalam hal ini Jelas sudah menyalah gunakan Jabatan dan Wewenang Sebagai Kepala KUA Cireunghas Kabupaten Sukabumi, Peraturan dan perundang-undangan Pemerintah Tentang Jabatan dan Wewenang, juga Tentang Pemalsuan dan Penggelapan dan atau Penipuan  yang merugikan keuangan negara merupakan salah satu bentuk tindak pidana.

Untuk itu diminta bagi Penegak hukum dapat bertindak cepat melakukan penyelidikan serta menindak lanjuti kasus ini sesuai dengan Hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia agar tidak merugikan Moral Bangsa dan tidak ada lagi Perbuatan yang melawan Hukum dengan modus yang sama sehingga lagi-lagi Masyarakat yang menjadi korban dan demi Tegaknya Supremasi Hukum serta kewibawaan Hukum dimata masyarakat.

Berlandaskan seperti yang disebutkan dalam Pokok Permasalahan, serta hal - hal lainnya seperti yang disebutkan diatas. Mengingat atas tindakan Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag. sudah merugikan banyak Pihak dari mulai Nama baik Lembaga/ Intansi, Citra PNS dan Jabatannya juga merugikan Masyarakat banyak serta mencoreng Moral Bangsa di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Undang-Undang dalam kaitan arti menyalahgunakan wewenang menurut UU Pemberantasan Tipikor yaitu:
1.   Melanggar aturan tertulis yang menjadi dasar kewenangan
2.   Memiliki maksud yang menyimpang walaupun perbuatan sudah sesuai dengan peraturan
3.    Berpotensi merugikan negara

Sedangkan konsep penyalahgunaan wewenang dalam Hukum Adiministrasi Negara (“HAN”) yaitu:
1.    Detournement de pouvoir atau melampaui batas kekuasaaan;
2.    Abuse de droit atau sewenang-wenang
bunyi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Pemberantasan Tipikor”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Putusan Mahkamah Agung RI. No.1340 K / Pid / 1992 tanggal 17 Februari 1992 (“Putusan MA”) sewaktu adanya perkara tindak pidana korupsi yang dikenal dengan perkara "Sertifikat Ekspor". Mahkamah Agung RI mengambil alih pengertian "menyalahgunakan kewenangan" yang ada pada Pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (“UU PTUN”) yaitu telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut atau yang dikenal dengan "Detournement de pouvoir".
pada Putusan MA ini juga dibahas soal pengertian Detournement de pouvoir. Menurut Prof. Jean Rivero dan Prof. Waline, pengertian penyalahgunaan kewenangan dalam Hukum Administrasi dapat diartikan dalam 3 wujud, yaitu:
1.    Penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan;
2.    Penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut diberikan oleh Undang-Undang atau peraturan-peraturan lain;
3.    Penyalahgunaan kewenangan dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana;
Menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Asas-Asas Umum penyelenggaraan negara dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme meliputi, a. Asas kepastian hukum; b. Asas tertib penyelenggaraan Negara; c. Asas kepentingan umum; d. Asas keterbukaan;  e. Asas proposionalitas; f. Asas profesionalitas; dan g. Asas akuntabilitas.

Upaya dari pemerintah untuk memerangi korupsi dan dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi, Presiden melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2004, telah menginstruksian kepada para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu agar melakukan langkah dan program kongkrit percepatan pemberantasan korupsi;  Kemudian Inpres Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Terakhir Inpres No 2 Tahun 2014 tanggal 21 Maret 2014 tentang Aksi Penceghan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014. Semakin gencar upaya pemerintah untuk memberantas Korupsi ini, tetapi kenyataannya korupsi bukan berkurang, Korupsi makin menggeliat untuk meningkat. Bahkan realitas korupsi telah dilakukan oleh orang-orang yang berasal dari “Lintas Kekuasaan”.

ketentuannya dalam Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi: 
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Untuk dapat dihukum dengan Pasal 263 KUHP, menurut R. Soesilo (Ibid, hal. 196) perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur berikut ini:
1.    pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan.
2.    penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup. Yang diartikan kerugian di sini tidak saja hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga kerugian di lapangan masyarakat, kesusilaan, kehormatan, dan sebagainya (immateriil).
3.    yang dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu. “Sengaja” maksudnya orang yang menggunakan itu harus menheathui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu, tidak dihukum.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan Nepotisme Presiden Republik Indonesia. Menimbang: a-d. lalu BAB III Asas Umum Penyelenggaraan Negara Pasal 3 Poin1-7. BAB VI Peran serta Masyarakat
Pasal 8, (1)-(2), Pasal 9 Poin (1) Huruf a,b,c dan d. Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)

Masyarakat harus menuntut keterbukaan yang seharusnya diberikan oleh para pejabat negara, hanya dengan tekanan yang kuat dari masyarakat, khususnya media masa, maka UU KIP dapat efektif terselenggara di bumi pertiwi ini.Tekanan yang diberikan oleh masyarakat dan press secara terus menerus akan menimbulkan efek yang memberi pengaruh psikologis bagi para penyelenggara negara. Walaupun cara ini bukan satu-satunya untuk meredakan budaya korupsi di negara kita, tetapi setidaknya sudah menutup salah satu pintu untuk berbuat jahat terhadap kepentingan publik.

Untuk menghilangkan tindakan korupsi di negeri ini memang tidak mudah. Kendati demikian, dengan mengawal pelaksanaan UU KIP secara lebih maksimal, saya yakin Carut-marut korupsi sistemik dan korupsi subversif yang dilakukan oleh para "aktor politik dan para pejabat publik"  di negeri ini lebih dapat diminimalkan. Team BI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar