Bukti
Investigasi, Sukabumi.
Di dalam Berita Minggu lalu Kejadian yang di duga Drs.
H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag. melakukan Tindak Pidana Pemalsuan Adata – data dalam Buku/
Kutipan Akta Nikah dengan Nomor register/ Nomor Buku 4157901, yang di terbitkan
di Jakarta 24 Februari 2015 M (Masehi)/ 05 Jumadil Awal 1436 H (Hijriah), yang
di tandatangani oleh Menteri Agama RI LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN. Adapun terjadinya
Pemalsuan Kutipan Akta Nikah tersebut di
wilayah Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi, yang diduga dilakukan oleh
Oknum Kepala KUA yang bernama Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag.
Buku/ Kutipan Akta Nikah dengan Nomor :
201/45/IV/2016. Terjadinya Pernikahan paha Hari Rabu Tanggal 27 April 2016/ 19
Rajab 1437 H. nama yang melangsungkan pernikahan menurut catatan Kutipan Akta
Nikah yaitu AHMAD H BIN SOBANDI, lahir di Sukabumi, 27 Maret 1980, Pekerjaan
PNS dan menurut Kutipan Akta Nikah beralamat di Kp. Pojok RT 2 RW 2, Menikah
dengan seorang wanita yang bernama DIAN M S BINTI ASEP S Lahir di Sukabumi pada
Tanggal 20 Maret 1982, Pekerjaan IRT (Ibu Rumah Tangga), Alamat di Kp. Pojok RT 2 RW 2, dengan Mas kawin
berupa : PERHIASAN MAS (Tunai), Kutipan Akta Nikah yang di terbitkan oleh KUA
Kecamatan Cireunghas/ Perwakilan RI, Pegawai Pencatat Nikah yang di
tandatangani oleh kepala KUA Cireunghas Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag. NIP
19660321 199103 1003. Cap/ Stempel KUA Cireunghas Kabupaten Sukabumi pada
Tanggal 21 April 2016.
Perceraian Dian MS dengan Tarkim
tanggal 11 April 2016 dan Pernikahan antara Dian MS dengan Ahmad Hamidi terjadi
pada Tanggal 27 April 2016, berarti Dian MS
baru 16 Hari Menjanda dan menurut Aturan Hukum Islam bahwa sebelum 100
Hari belum Syah untuk menikah dengan Laki-laki lain selain Tarkim S. T. berarti
Kepala KUA Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag. sudah menikahkan Istri Orang lain, apa
dengan Prilaku Kepala KUA di benarkan secara Presudur, Aturan atau
Undang-undang???, jika menabrak Kesemuanya itu berarti Melanggar dan Harus di
Proses secara demikian juga.
Lembar kedua AHMAD HAMIDI…
Kabar terbaru Team BI mendapatkan bukti Surat
Panggilan dari Pengadilan Agama Kota Sukabumi yang di tujukan kepada Dian MS,
bukti tersebut adalah Prihal Cerai talak/ SURAT PANGGILAN (RELAAS) Nomor
Surat 0008/Pdt.G/2017/PA.Smi, pada Hari selasa Tanggal 10 Januari 2017, bahwa
di dalam surat ini yang Memohon adalan AHMAD HAMIDI bin SOBANDI sebagai Pemohon
dan DIAN MARDIANASARI binti ASEP S sebagai Termohon, bahwa dalam surat
Panggilan ini agar Dian MS supaya datang pada hari Kamis Tanggal 19 Januari
2017 Pukul 09.00 WIB untuk Pemeriksaan Perkara Perdata (Sidang), Surat
Panggilan lembaran pertama yang di tandatangani oleh Jurusita Pengganti M.
SADILI. SM.
Di Surat lembar kedua Sukabumi 03 Januari 2017 bahwa
Pemohon dan Termohon dalam Perihal : Cerai Talak dengan Nomor surat yang sama
dengan Lembar pertama, , di tujukan kepada Ketua Pengadilan Agama Kota Sukabumi
menerangkan Identitas dan menerangkan maksud Cerai Talak atas dasar Kronologis dalam
Poin 1. Bahwa Pemohon dan Termohon telah melangsungkan Pernikahan pada hari
Rabu Tanggal 27 April 2016 di hadapan Pegawai Catatan Nikah Kantor Urusan Agama
Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi sesuai dengan duplikat buku nikah
Nomor 381/KUA.10.02.40.PW.01/2017 berdasarkan Kutipan Akta Nikah
Nomor:201/45/IV/2016 Tanggal Tertanggal 27 April 2016. Di Poin ke 4. Termohon
(Dian MS) tidak bisa mengatur keuangan yang di berikan oleh Pemohon (Ahmad H),
dimana sebesar apapun uang yang di berikan Pemohon selalu habis tanpa jelas.
Di Poin ke 1 antara Pemohon dan Termohon menerangkan
bahwa Kejadian Pernikah mereka pada Tanggal 27 April 2016 di KUA Gunungpuyuh,
ini kebohongan data dan pakta kejadian yang di uraikan oleh AHMAD HAMIDI dalam
surat Permohonan kepada Ketua Pengadilan Agama Kota Sukabumi, walaupun
Kebohongan Pernikahan pada Tanggal 27 April 2016 di KUA Cireunghas Kabupaten
Sukabumi, ini juga Kutipan Akta Nikah Nomor:201/45/IV/2016 yang di keluarkan
oleh KUA Cireunghas adalah Kutipan Akta Nikah Aspal (Asli tapi Palsu) dibeli
dari Kepala K.U.A Cireunghas seharga Rp. 1.5Jt menurut Pengakuan Drs. H. ZEZEN
ZAENUDIN. M. Ag Kepala KUA Cireunghas, kesemuanya ini Kebohongan terhadap
Publik, padahal mereka tidak pernah menikah di KUA manupun pada kenyataannya
atas Pengakuan di antara mereka bahwa Ahmad Hamidi dengan Dian MS menikah Sirih
di Kota Sukabumi.
Pada saat hari pemanggilan tanggal 19 Januari 2016 Dian
MS tidak datang ke Pengadilan dan malah tanggal 20-nya datang ke Kantor DPD
PWRCPK JABAR dan menanggapi Surat Panggilan dari Pengadilan Agama Kota
Sukabumi, dalam surat tersebut di lembar ke 3 di Poin ke 4 Dian MS berkometar dengan
bahasa Sunda “BOHONG, NGABALANJAAN GE’ TARA… CAN PERNAH” (BELUM PERNAH NGASIH
BELANJA), maksud Dian MS bahwa Ahmad Hamidi dalam keterangannya BERBOHONG,
BELUM PERNAH Ahmad Hamidi MEMBERI
UANG BELANJA KEPADA DIAN MS.
Berarti keabsyahan Surat dari Pengadilan Agama Kota
Sukabumi yang di tujukan kepada Dian MS di ragukan diduga Bodong, karena surat
tersebut tidak berdasarkan Akta Nikah manapun, sementara Ahmad Hamidi tidak
mengantongi Akta Nikah Bodong dari K.U.A Ciruenghas, MENURUT Ade Kepala K.U.A
Gunungpuyuh bagai mana bisa membuat Duplikat Akta Nikah dari K.U.A yang lain,
data mereka ada di K.U.A Cireunghas. Jadi jelas bahwa Ahmad Hamidi diduga ada
motif-motif lain terhadap Dian MS dan di bantu oleh oknum Pengadilan Agama Kota
Saukabumi.
Pada Senin 16 Januari 2017 Team BI menemui K.U.A
Gunungpuyuh dan bertemu dengan Ade Kepala K.U.A tersebut, ketika Ade di
konvirmasi keterkaitan masalah Duplikat Akta Nikah yang di keluarkan oleh K.U.A
gunungpuyuh sesuai yang tertera di Surat Pengadilan, Ade sebagai kepala K.U.A
membantah adanya Pembuatan Duplikat Akta Nikah yang di keluarkan olehnya, lalu
Kepala K.U.A memanggil bawahannya Asep untuk Kroscek data yang di ajukan surat
Pengajuan Akta Cerai dari pengadilan Agama Kota Sukabumi, tidak lama kemudian
Asep membawa data buku besar dan di buka di depan Team BI dan Kepala K.U.A
Gunungpuyuh selanjutnya Asep menjelaskan sambil menunjuk data yang ada di
agendanya “data ini sesuai yang di keluarkan dan yang tercatat oleh K.U.A
Gunungpuyuh Pa, bahwa dalam kejadian dan data yang ada tidak ada nama tersebut
dan Nomor yang di maksud, dalam surat ini yang di keluarkan oleh Pengadilan
Agama Kota Sukabumi bahwa Duplikat Akta Nikah No. 381/KUA.10.02.40.PW.01/2017
yang di keluarkan oleh K.U.A Gunungpuyuh Kota Sukabumi ini tidak benar Pa’ coba
lihat Pa !“ kata asep sambil menjelaskan dan menyodorkan Buku besarnya kepada
Team BI “disini di terangkan bahwa K.U.A Gunungpuyuh mengeluarkan Duplikat Akta
Nikah baru Nomor 3, sedangkan yang tertera dalam surat pengadilan Agama Nomornya
sudah 381, ini tidak sesuai Pak”.
Setelah selesai Asep menjelaskan kepada Team BI,
lalu Team BI menanyakan kembali kepada Kepala K.U.A Gunungpuyuh “apa mungkin
ada Pekerja Bapak yang mungkin nakal di luar sepengetahuan Bapak, dengan cara
memberi atau menjual Duplikat Akta Nikah?” Kepala K.U.A Gunungpuyuh menjawab
“tidak mungkin, Pertama karena Akta Nikah Duplikat ada di berangkas Ruangan
saya yang selalu terkunci, kedua Nomor Duplikat tersebut terlalu jauh tidak
sesuai itu nomornya 381 sedangkan Nomor Duplikat yang kami Punya baru 3 Nomor,
jadi tidak mungkin Pekerja K.U.A ini yang memalsukan”, jelas Ade Kepala K.U.A
sambil tertawa. Tem BI kembali menanyakan kewenangan tentang penandatanganan
dalam Duplikat Akta Nikah, jawabnya “yang berhak menandatangan di Duplikat Akta
Nikah adalah Kepala K.U.A”, lalu Ade menambahkan “kewengan dan 4 tugas Kepala
K.U.A itu adalah 1. Memeriksa (data yang akan menikah) 2. Mengawasi (perjalanan
data yang akan menikah) 3. Menghadiri (Pernikahan) 4. Mencatat (dalam akte
Nikah dan mendokumentasikan)”.
Lalu bagai mana Pendapat Pa. Ade dengan adanya Surat
dari Pengadilan yang di tandatangani oleh M. Sadili SM (Jurusita) dan Stempel
Pengadilan Kota Sukabumi sehingga Pengadilan tersebut bisa mengeluarkan surat
Panggilan kepada Dian NS pada Tanggal 19 Januari 2016 untuk beracara/ Sidang?,
Ade Menjawab “Diduga Surat Pengadilan tersebut Palsu karena yang saya tahu
kalimatnya tidak seperti ini, lalu Pihak Pengadilan tidak mungkin mengeluarkan
Surat tersebut karena dasarnya harus ada Duplikat Akta Nikah yang asli,
sedangkan saya/ K.U.A Gunungpuyuh tiadak pernah membuat Duplikat atas nama
Ahmad Hamidi dan Dian NS”, pungkasnya sambil geleng kepala melihat Surat yang
di terbitkan oleh Pengadilan Agama Kota Sukabumi.
Kembali ke K.U.A Cireunghas Kabupaten Sukabumi yang
di kepalai oleh Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag ternyata di Kantor ini banyak
sekali masalah yang merugikan Masyarakat setempat dan menguntungkan pihak-pihak
K.U.A Cireunghas, dalam Koran Harian Pelita Sukabumi Kabar Tanggal 12/1/2017
bahwa Oknum K.U.A Cireunghas yang ber-Inisial A (ARIPIN/ Ust. Ujet) menikahkan
Ledi dan Pasangannya di wilayah K.U.A Cireunghas di pungut biaya hingga
Rp.1.2Jt dan masih meminta bayaran tambahan sejumlah Rp.1Jt hingga sampai
sekarang Akta Nikah yang termahal tersebut tidak kunjung kelar, menurut Aripin
bahwa “uang tersebut telah di Bagi-Bagi dengan Amil Desa Cireunghas sebesar Rp.
200rb, Amil Desa Cikurutug sebesar Rp. 150rb, Amil Desa Bencoy sebesar Rp.
200rb dan Staf K.U.A Cireunghas sebesar Rp. 100rb dan saya akan setorkan ke
Bank sebesar Rp. 600rb”. Begitu juga dengan Warga Cijambe yang bernama Habib
alias Enye ketika menikah di kenakan biaya Rp.900ribu Oleh K.U.A Cireunghas
tapi sampai sekarang Akta Nikah dari K.U.A Cireunghas tidak di berikan kepada
Enye maupun Istrinya.
Selain itu Konon K.U.A Cireunghas di bawah
Kepemimpinan Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag menerbitkan Duplikat Akta Nikah
kepada warganya atas nama Intan dan Pasangannya seharganya Rp.750ribu tidak
melalui Proses Pengadilan Agama.
Beginilah sepak terjang di dunia K.U.A Cireunghas Peraturan
tinggal Peraturan Undang-Undang di jadikan sebagai alas kaki dalam sepatu yang
sulit untuk di lihat, Kebijakan yang Utama menjadi ladang Penghasilan bagi mereka,
Masyarakat sebagai Pelaksana Undang-Undang, Hukum dan Peraturan di jadikan
Obyekan oleh mereka, inilah akibat tidak adanya atau kurangnya pengawasan dari
KANDEPAG (Kantor Departemen Agama) Lembursitu Kabupaten Sukabumi, selain itu
Kandepag Kab, Sukabumi ada pembiaran terkait Kasus Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M.
Ag mungkin di belakang Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag ada orang Kuat sehingga
bisa membuat Kandepag menjadi BANCI, padahal Kandepag sendiri mengetahi kinerja
dan sepak terjang Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag sebagai Kepala K.U.A Cireunghas,
mungkin juga Kepala K.U.A ini berpengaruh besar bagi Exelon di atasnya sehingga
membuat takut KANDEPAG Kabupaten Sukabumi dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Sampai Hari ini Drs. H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag masih
lenggang kangkung di Kantornya, tidak ada yang berani ngusik terhadapnya,
sekalipun Kandepag sebagai departemen Pengawasan kinerja K.U.A sudah Pasif di
buatnya… apabila 25% K.U.A dan Kandepag yang ada di Indonesia seperti yang
terjadi di K.U.A Cireunghas Kabupaten Sukabumi lalu bagai mana dengan nasib moral
bangsa ini ???
Berdasarkan uraian tersebut diatas dan bukti – bukti
terkait telah mengakibatkan kerugian besar berupa materi dan inmateril dengan
tercorengnya Nama baik Intansi/ DEPARTEMEN AGAMA itu sendiri serta merugikan
Moral Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan cara di duga melakukan
Pemalsuan data-data dalam Kutipan Akta Nikah dan Menyalahgunakan Kewenangan
yang mungkin akan menghambat Kepercayaan Masyarakat dalam Pelayanan Khususnya
di KUA Cireunghas Kabupaten Sukabumi dan pada Umumnya di Kementrian Agama RI, Berdasarkan
Surat-surat yang ada dalam hal ini Jelas sudah menyalah gunakan Jabatan dan
Wewenang Sebagai Kepala KUA Cireunghas Kabupaten Sukabumi, Peraturan dan
perundang-undangan Pemerintah Tentang Jabatan dan Wewenang, juga Tentang Pemalsuan
dan Penggelapan dan atau Penipuan yang
merugikan keuangan negara merupakan salah satu bentuk tindak pidana.
Untuk itu diminta bagi Penegak hukum dapat bertindak
cepat melakukan penyelidikan serta menindak lanjuti kasus ini sesuai dengan
Hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia agar tidak merugikan
Moral Bangsa dan tidak ada lagi Perbuatan yang melawan Hukum dengan modus yang
sama sehingga lagi-lagi Masyarakat yang menjadi korban dan demi Tegaknya
Supremasi Hukum serta kewibawaan Hukum dimata masyarakat.
Berlandaskan seperti yang disebutkan dalam Pokok
Permasalahan, serta hal - hal lainnya seperti yang disebutkan diatas. Mengingat
atas tindakan Drs.
H. ZEZEN ZAENUDIN. M. Ag. sudah merugikan banyak Pihak dari mulai Nama baik
Lembaga/ Intansi, Citra PNS dan Jabatannya juga merugikan Masyarakat banyak
serta mencoreng Moral Bangsa di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut
Undang-Undang dalam kaitan arti menyalahgunakan wewenang menurut UU
Pemberantasan Tipikor yaitu:
1. Melanggar aturan tertulis yang
menjadi dasar kewenangan
2. Memiliki maksud yang menyimpang
walaupun perbuatan sudah sesuai dengan peraturan
3. Berpotensi merugikan negara
Sedangkan
konsep penyalahgunaan wewenang dalam Hukum Adiministrasi Negara (“HAN”) yaitu:
1. Detournement de pouvoir atau melampaui batas kekuasaaan;
2. Abuse de droit atau sewenang-wenang
bunyi
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU
Pemberantasan Tipikor”) sebagaimana
yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Putusan Mahkamah Agung RI. No.1340 K / Pid / 1992
tanggal 17 Februari 1992
(“Putusan MA”) sewaktu adanya
perkara tindak pidana korupsi yang dikenal dengan perkara "Sertifikat
Ekspor". Mahkamah Agung RI mengambil alih pengertian "menyalahgunakan
kewenangan" yang ada pada Pasal 53
ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara (“UU PTUN”)
yaitu telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya
wewenang tersebut atau yang dikenal dengan "Detournement de pouvoir".
pada
Putusan MA ini juga dibahas soal pengertian Detournement de pouvoir.
Menurut Prof. Jean Rivero dan Prof. Waline, pengertian
penyalahgunaan kewenangan dalam Hukum Administrasi dapat diartikan dalam 3
wujud, yaitu:
1. Penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan
tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk
menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan;
2. Penyalahgunaan kewenangan dalam arti
bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditujukan untuk kepentingan umum,
tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut diberikan oleh
Undang-Undang atau peraturan-peraturan lain;
3. Penyalahgunaan kewenangan dalam arti
menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan
tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana;
Menyimpang
dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas-asas umum pemerintahan yang
baik.
Asas-Asas
Umum penyelenggaraan negara dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme meliputi, a. Asas kepastian hukum; b. Asas tertib penyelenggaraan
Negara; c. Asas kepentingan umum; d. Asas keterbukaan; e. Asas
proposionalitas; f. Asas profesionalitas; dan g. Asas akuntabilitas.
Upaya dari
pemerintah untuk memerangi korupsi dan dalam rangka percepatan pemberantasan
korupsi, Presiden melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2004, telah menginstruksian
kepada para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu agar melakukan langkah dan
program kongkrit percepatan pemberantasan korupsi; Kemudian Inpres Nomor
9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Terakhir
Inpres No 2 Tahun 2014 tanggal 21 Maret 2014 tentang Aksi Penceghan dan
Pemberantasan Korupsi Tahun 2014. Semakin gencar upaya pemerintah untuk
memberantas Korupsi ini, tetapi kenyataannya korupsi bukan berkurang, Korupsi
makin menggeliat untuk meningkat. Bahkan realitas korupsi telah dilakukan oleh
orang-orang yang berasal dari “Lintas Kekuasaan”.
(1) Barang
siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu
hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau
yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk
memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar
dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan
kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam
dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau
yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan
kerugian.
Untuk
dapat dihukum dengan Pasal 263 KUHP, menurut R. Soesilo (Ibid, hal. 196) perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur
berikut ini:
1. pada waktu memalsukan surat itu harus
dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu
seolah-olah asli dan tidak dipalsukan.
2. penggunaannya harus dapat
mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan
adanya kerugian itu sudah cukup. Yang diartikan kerugian di sini tidak saja
hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga kerugian di lapangan
masyarakat, kesusilaan, kehormatan, dan sebagainya (immateriil).
3. yang dihukum menurut pasal ini tidak
saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu. “Sengaja”
maksudnya orang yang menggunakan itu harus menheathui benar-benar bahwa surat
yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu, tidak dihukum.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan Nepotisme Presiden Republik Indonesia. Menimbang: a-d. lalu BAB III Asas Umum Penyelenggaraan Negara
Pasal 3 Poin1-7. BAB VI Peran serta
Masyarakat
Pasal 8,
(1)-(2), Pasal 9 Poin (1) Huruf a,b,c dan d. Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)
Masyarakat harus menuntut
keterbukaan yang seharusnya diberikan oleh para pejabat negara, hanya dengan
tekanan yang kuat dari masyarakat, khususnya media masa, maka UU KIP dapat
efektif terselenggara di bumi pertiwi ini.Tekanan yang diberikan oleh
masyarakat dan press secara terus menerus akan menimbulkan efek yang memberi
pengaruh psikologis bagi para penyelenggara negara. Walaupun cara ini bukan
satu-satunya untuk meredakan budaya korupsi di negara kita, tetapi setidaknya
sudah menutup salah satu pintu untuk berbuat jahat terhadap kepentingan publik.
Untuk
menghilangkan tindakan korupsi di negeri ini memang tidak mudah. Kendati
demikian, dengan mengawal pelaksanaan UU KIP secara lebih maksimal, saya yakin
Carut-marut korupsi sistemik dan korupsi subversif yang dilakukan oleh
para "aktor politik dan para pejabat publik" di
negeri ini lebih dapat diminimalkan. Team BI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar