FWAR

MEDIA INDEPENDENT ONLINE FORUM WARTAWAN DAN AKTIVIS REPORMASI ( FWAR )

fiks

fiks
DPP FWAR

Selasa, 03 Januari 2017

PUNGUTAN UANG JASA PELAYANAN MASIH MENDARAH DAGING DISALAH SATU KECAMATAN, KOTA RAHMATAN LIL ALAMIN



 Sukabumi Team Bukti Investigasi.
Sepertinya kebiasaan aparat pelayanan public dalam meminta imbalan sejumlah uang setelah memberikan layanan masih cukup melekat, seperti yang telah terjadi di lingkungan Kantor Kecamatan Warudoyong beberapa waktu yang lalu dengan mendatangi Kantor kecamatan Warudoyong, pada Hari Rabu Jam 15:30 WIB. Tangal 26 Oktober 2016. singkatnya, Dian salah seorang warga masyarakat yang pada saat itu berkepentingan harus melengkapi salah satu persyaratan dalam pembuatan H.O , dalam persyaratan tersebut di wajibkan adanya tanda tangan Camat , sebagai pimpinan wilayah dimana lokasi tempat usaha itu berada, selepas berkas tersebut di tanda tangani Camat, seorang staf kecamatan yang di ketahui bernama yusuf menyerahkan berkas tersebut kepada dian, sambil mengatakan “Uang administrasinya Pak…. , berapa? jawab Dian, Berapa saja, lanjut Yusuf, ya berapa… tegas Dian, bisa 100 ribu, bisa 50ribu jelas Yusuf, … emang uangnya untuk siapa?.. korek Dian, buat Pak Camat         , tegas Yusuf….. karena pada saat itu Dian tidak membawa uang sejumlah yang di minta Yusuf, akhirnya Dian yang kemudian di ketahui sebagai salah seorang wartawan di media online, menjaminkan idcard indentitas kewartawanannya sampai saat ini dan ketika sudah beberapa minggu Dian kembali menanyakan Idcard Pers-nya kepada Yusuf, malah Yusuf menjawab sambil tersenyum “ Idcard kamu entah dimana, entar saya mau cari, atau bikin lagi saja  mudah ini”. Demikian jawab Yusuf kepada Dian.

Karena ketidak puasan atas pelayanan Kantor Kecamatan akhirnya Dian Syahputra Pasi mengadukan kepada Lembaga DPD PWRCPK PROV. JABAR yang beralamat di Jl. Pramuka Rt 05/ 01 Kelurahan Gedongpanjang Kecamatan Citamiang Kota sukabumi. Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (DPD-PWRCPK Provinsi Jabar) yang memiliki program nyata yakni melaksanakan pengawasan penegakan hukum, dan kebijakan, jalannya Undang - Undang serta perilaku kehormatan atas fungsi, tugas dan wewenang jabatan bagi aparatur negara tingkat pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, menyakut Perpres Nomor 87 Tahun 2016 dan kemudian mengatur pembentukan Tim Saber Pungli dalam upaya pemberantasan pungutan liar di Indonesia. Dengan hal tersebut maka DPD PWRCPK JABAR melaporkan hal tersebut keberbagai Intansi Pemerintah yang terkait melalui Surat/ Resume Laporan Informasi/ Temuan tentunya bermaksud supaya  diberantas segala bentuk atau Model Peraktek-Peraktek Pungutan Liar di berbagai Intansi Pelayanan bagi Masyarakat.

YUSUF Sebagaai Staf Kecamatan Warudoyong Sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat Pegawai Negeri Sipil seharusnya memiliki akhlak dan budi pekerti yang tidak tercela, yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas pemerintahan dsb, serta bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Dalam Peraturan Pemerintah di sebutkan Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, wajib memberikan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah. Untuk menjamin agar setiap Pegawai Negeri Sipil selalu berupaya terus meningkatkan kesetiaan ketaatan, dan pengabdiannya tersebut, ditetapkan ketentuan perundang-undangan yang mengatur sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil, baik di dalam maupun di luar dinas.

Oleh hal di atas di duga bahwa Yusuf sebagai Staf Kecamatan Warudoyong telah melanggar Kode Etik PNS yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/ Janji Pegawai Negeri Sipil.

Di samping itu bahwa Yusuf telah di duga melakukan asas manfaat yang merugikan Masyarakat, ketika DIAN yang akan menjalankan Perundang-undangan dalam Pembuatan SIUP, tentunya harus terlebih dahulu membuat SITU/HO sebagai Persyaratan dan nantinya berharap di BPMPT menjadi SIUP, tiba-tiba di Kecamatan Warudoyong di hambatnya dengan sebuah Persyaratan Pelayanan atas Tandatangan Pimpinan Kecamatan Warudoyong, mungkin jika tidak diberikan Jaminan Berkas tersebut akan di tahannya Oleh Yusuf atau Camat.

Berdasarkan urayan di atas Maka jelas walau Yusuf oknum Staf Kecamatan tersebut belum menerima Uang tetapi Idcard PERS Dian Syahputra Pasi sudah di Pihak Kecamatan dan menjadikan jaminan/ barang sebagai Pengganti yang mereka maksud (Uang Administrasi) maka di duga yang di lakukan oleh Oknum Kecamatan Warudoyong yaitu YUSUF telah meminta sejumlah Uang atas Pelayanan dalam Kinerjanya, tentu saja telah melanggar Pasal 423 KUHP.

Di duga Pejabat/ PNS yang demikian harus di tindak secara tegas karena sudah melanggar hukum dan sudah melanggar Sumpah sepeti yang tertuang di dalam Perundang-undangan Pegawai Negri Sipil juga telah melecehkan nama baik Kepemerintahan tentunya telah merugikan banyak orang dan mengenyampingkan Martabat Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan demi tegaknya Supremasi Hukum.

Potret kasus yang menimpa Dian tersebut terjadi tentunya tidak sekali sebab bukan tidak mungkin banyak juga Dian-Dian yang lainnya. Pertanyaannya hal tersebut terjadi apa karena kurangnya control disiplin yang di terapkan Camat selaku pimpinan Kecamatan, atau karena memang sudah menjadi hal yang terbiasa. Padahal menurut Perundang-undangan PNS ; Pasal 423 KUHP yang berbunyi : Pegawai negeri yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu, melakukan suatu pembayaran, melakukan pemotongan terhadap suatu pembayaran atau melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun.

Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kejahatan yang diatur dalam Pasal 423 KUHP merupakan tindak pidana korupsi, sehingga sesuai dengan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 12 huruf e dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, pelakunya dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun dan pidana denda paling sedikit dua puluh juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah.  

Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 423 KUHP maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum di dalam rumusan Pasal 423 KUHP itu merupakan suatu bijkomend oogmerk. sehingga oogmerk atau maksud tersebut tidak perlu telah terlaksana pada waktu seorang pelaku selesai melakukan perbuatan-perbuatan yang terlarang di dalam pasal ini.
Dari rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 423 KUHP di atas, dapat diketahui bahwa yang dilarang di dalam pasal ini ialah perbuatan-perbuatan dengan menyalahgunakan kekuasaan :

·           untuk menyerahkan sesuatu;
·           untuk melakukan suatu pembayaran;
·           untuk menerima pemotongan yang dilakukan terhadap suatu pembayaran;
·           untuk melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi pelaku.

Sejak diperkenalkannya kata PUNGUTAN LIAR oleh seorang pejabat negara, tindak pidana yang dimaksudkan dalam Pasal 423 KUHP sehari-hari disebut sebagai pungutan liar. Pemakaian kata pungutan liar itu ternyata mempunyai akibat yang sifatnya merugikan bagi penegakan hukum di tanah air, karena orang kemudian mempunyai kesan bahwa menurut hukum itu seolah-olah terdapat gradasi mengenai perbuatan-perbuatan memungut uang dari rakyat yang dilarang oleh undang-undang, yakni dari tingkat yang seolah-olah tidak perlu dituntut menurut hukum pidana yang berlaku hingga tingkat yang seolah-olah harus dituntut menurut hukum pidana yang berlaku, sedang yang dewasa ini biasa disebut pungutan liar itu memang jarang membuat para pelakunya diajukan ke pengadilan untuk diadili, melainkan cukup dengan diambilnya tindakan-tindakan disipliner atau administratif terhadap mereka, padahal kita semua mengetahui bahwa yang disebut pungutan liar itu sebenarnya merupakan tindak pidana korupsi.

Kebiasaan tidak mengajukan para pegawai negeri yang melanggar larangan-larangan yang diatur dalam Pasal 423 atau Pasal 425 KUHP Jo. Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 ke pengadilan untuk diadili, dan semata-mata hanya mengenakan tindakan-tindakan administratif terhadap mereka itu perlu segera dihentikan, karena kebiasaan tersebut sebenarnya bertentangan dengan beberapa asas tertentu yang dianut oleh Undang-Undang Hukum Acara Pidana kita yang berlaku, masing-masing yakni:

1.    Asas legalitas, yang menghendaki agar semua pelaku sesuatu tindak pidana itu tanpa kecuali harus dituntut menurut undang-undang pidana yang berlaku dan diajukan ke pengadilan untuk diadili;
2.    Asas verbod van eigen richting atau asas larangan main hakim sendiri, yakni menyelesaikan akibat hukum dari suatu tindak pidana tidak melalui proses peradilan.
Maksud untuk tidak mengajukan tersangka ke pengadilan untuk diadili, maka maksud tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku.

PERPRES NOMOR 87 TAHUN 2016
Dalam www.saberpungli.id Presiden Joko Widodo memberikan perhatian khusus terkait perizinan di daerah. Kemudahan perizinan bagi para investor merupakan salah satu upaya pemerintah agar Indonesia memiliki daya saing dalam kemudahan berusaha dibanding dengan negara-negara lainnya. Namun, Presiden masih mendengar adanya keluhan terkait pungli selama proses perizinan berlangsung.

Oleh karenanya, untuk mencegah birokrasi yang terlalu panjang, Presiden berharap agar segala bentuk perizinan yang ada dapat lebih disederhanakan. Sebab, upaya pemerintah pusat untuk menyosialisasikan Indonesia sebagai negara yang ramah investasi tidak akan berhasil bila tidak didukung oleh pemerintah daerah.

Dalam Peran Pemerintah bergerak cepat dalam memberantas pungutan liar (pungli). Terkini, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) yang bertindak sebagai payung hukum pembentukan Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).
 
Saat menandatangani Perpres bernomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar tersebut, Presiden Joko Widodo telah mengingatkan jajarannya agar gerakan sapu bersih pungli tidak hanya dilakukan di luar institusi penegakan hukum, tapi juga menyasar kepada lembaga penegakan hukum itu sendiri. Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam keterangannya di Kantor Presiden, Jumat, 21 Oktober 2016.

"Presiden menyampaikan pesan yang sangat kuat bahwa saber pungli ini jangan hanya mengejar yang di luar tetapi juga ke dalam karena unsur yang terlibat di dalamnya seperti kepolisian, kejaksaan, Kemendagri, maka tentunya juga harus berani untuk membersihkan ke dalam," terang Pramono.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto yang turut memberikan keterangan mengungkapkan bahwa pemerintah juga akan fokus untuk mereformasi bidang hukum di Indonesia. Setelah sebelumnya, pemerintah telah memfokuskan diri pada penguatan fondasi ekonomi dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan di bidang ekonomi.

"Tujuan yang ingin kita capai, yakni memulihkan kepercayaan publik, memberikan keadilan, dan kepastian hukum," kata imbuh Wiranto.

Setidaknya, masih menurut Wiranto, reformasi hukum yang hendak dilakukan oleh pemerintah saat ini terbagi ke dalam tiga ruang lingkup. Lingkup pertama ialah penataan regulasi.
"Mengapa? Karena di sana banyak regulasi yang tumpang tindih, regulasi yang tidak efisien, regulasi yang justru tidak menguntungkan dari sisi penegakan hukum," terangnya.

Sebagaimana yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo sebelumnya, maka lingkup kedua dari reformasi hukum di Indonesia ialah pembenahan lembaga dan aparat penegak hukum itu sendiri. Dalam pembenahan ini, pemerintah menyasar pada lembaga maupun aparat yang secara nyata tidak menjalankan tugasnya dengan proporsional dan profesional.

Sementara lingkup ketiga dalam upaya pemerintah mereformasi hukum ialah membangun budaya hukum di kalangan masyarakat. Budaya hukum yang hendak dibentuk tentulah menjadi angin segar tersendiri mengingat upaya reformasi hukum ini menyentuh aspek penegakan hukum yang paling dasar.

Reformasi Hukum Tahap Pertama
Pada tahap pertama reformasi hukum ini, pemerintah menitikberatkan pada upaya-upaya yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat karena sifatnya yang penting dan sangat merisaukan. Karenanya, dalam tahap pertama ini, pemerintah kemudian memfokuskan diri pada lima perkara hukum, yakni:

1. pemberantasan pungutan liar; 2, dan seterusnya termasuk Surat-Surat.
"Khusus untuk pemberantasan pungli, kita sangat serius menangani ini dan kita sangat antusias karena tanggapan publik sungguh luas. Tanggapan publik juga mengisyaratkan adanya satu dukungan penuh terhadap langkah-langkah pemerintah untuk melakukan suatu pemberantasan pungli," terang Wiranto.

Perpres Nomor 87 Tahun 2016 kemudian mengatur pembentukan Tim Saber Pungli dalam upaya pemberantasan pungutan liar di Indonesia. Tim Saber Pungli sendiri dalam operasinya dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto. Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dipastikan akan bahu membahu dalam mengawal pemberantasan pungli, baik itu di pusat maupun daerah.

Menurut keterangan ahli hukum (Kasidatun Bpk. Suntoro) Kejari Kota Sukabumi saat di minta Pandangan tentang kejadian yang menimpa Dian di Kecamatan Warudoyong “walau seseorang belum memberikan Uang yang di minta oleh oknum tersebut tetapi sudah menyimpan barang jaminan atau jaminan apapun itu sudah jelas unsur punglinya sudah Kena dan bisa di ajukan ke ranah hukum” tegasnya. Taem BI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar