Sukabumi Team Bukti Investigasi.
Sepertinya
kebiasaan aparat pelayanan public dalam meminta imbalan sejumlah uang setelah
memberikan layanan masih cukup melekat, seperti yang telah terjadi di
lingkungan Kantor Kecamatan Warudoyong beberapa waktu yang lalu dengan mendatangi Kantor kecamatan
Warudoyong, pada Hari Rabu Jam 15:30 WIB. Tangal 26 Oktober 2016. singkatnya, Dian salah seorang warga masyarakat yang
pada saat itu berkepentingan harus melengkapi salah satu persyaratan dalam
pembuatan H.O , dalam persyaratan tersebut di wajibkan adanya tanda tangan
Camat , sebagai pimpinan wilayah dimana lokasi tempat usaha itu berada, selepas
berkas tersebut di tanda tangani Camat, seorang staf kecamatan yang di ketahui
bernama yusuf menyerahkan berkas
tersebut kepada dian, sambil mengatakan “Uang administrasinya Pak…. , berapa?
jawab Dian, Berapa saja, lanjut Yusuf, ya berapa… tegas Dian, bisa 100 ribu, bisa
50ribu jelas Yusuf, … emang uangnya untuk siapa?.. korek Dian, buat Pak Camat ,
tegas Yusuf….. karena pada saat itu Dian tidak membawa uang sejumlah yang di
minta Yusuf, akhirnya Dian yang kemudian di ketahui sebagai salah seorang
wartawan di media online, menjaminkan idcard indentitas kewartawanannya sampai
saat ini dan ketika sudah beberapa minggu Dian kembali menanyakan Idcard
Pers-nya kepada Yusuf, malah Yusuf menjawab sambil tersenyum “ Idcard kamu
entah dimana, entar saya mau cari, atau bikin lagi saja mudah ini”. Demikian jawab Yusuf kepada Dian.
Karena
ketidak puasan atas pelayanan Kantor Kecamatan akhirnya Dian Syahputra Pasi
mengadukan kepada Lembaga DPD PWRCPK PROV. JABAR yang beralamat di Jl. Pramuka
Rt 05/ 01 Kelurahan Gedongpanjang Kecamatan Citamiang Kota sukabumi. Dewan Pimpinan
Daerah Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (DPD-PWRCPK Provinsi
Jabar) yang memiliki program nyata yakni melaksanakan pengawasan penegakan
hukum, dan kebijakan, jalannya Undang - Undang serta perilaku kehormatan atas
fungsi, tugas dan wewenang jabatan bagi aparatur negara tingkat pemerintahan
pusat dan pemerintahan daerah, menyakut Perpres
Nomor 87 Tahun 2016 dan kemudian mengatur pembentukan Tim Saber Pungli dalam
upaya pemberantasan pungutan liar di Indonesia. Dengan hal tersebut maka DPD
PWRCPK JABAR melaporkan hal tersebut keberbagai Intansi Pemerintah yang terkait
melalui Surat/ Resume Laporan Informasi/ Temuan tentunya bermaksud supaya diberantas segala bentuk atau Model
Peraktek-Peraktek Pungutan Liar di berbagai Intansi Pelayanan bagi Masyarakat.
YUSUF Sebagaai
Staf Kecamatan Warudoyong Sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat
Pegawai Negeri Sipil seharusnya memiliki akhlak dan budi pekerti yang tidak
tercela, yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas pemerintahan dsb, serta bersih dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Dalam Peraturan
Pemerintah di sebutkan Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, wajib memberikan pelayanan secara adil dan merata kepada
masyarakat dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah. Untuk menjamin agar setiap
Pegawai Negeri Sipil selalu berupaya terus meningkatkan kesetiaan ketaatan, dan
pengabdiannya tersebut, ditetapkan ketentuan perundang-undangan yang mengatur
sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil, baik di dalam maupun
di luar dinas.
Oleh hal di atas di duga bahwa Yusuf sebagai Staf Kecamatan
Warudoyong telah melanggar Kode Etik PNS yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/ Janji Pegawai Negeri Sipil.
Di
samping itu bahwa Yusuf telah di duga
melakukan asas manfaat yang merugikan Masyarakat, ketika DIAN yang akan
menjalankan Perundang-undangan dalam Pembuatan SIUP, tentunya harus terlebih
dahulu membuat SITU/HO sebagai Persyaratan dan nantinya berharap di BPMPT
menjadi SIUP, tiba-tiba di Kecamatan Warudoyong di hambatnya dengan sebuah
Persyaratan Pelayanan atas Tandatangan Pimpinan Kecamatan Warudoyong, mungkin
jika tidak diberikan Jaminan Berkas tersebut akan di tahannya Oleh Yusuf atau Camat.
Berdasarkan
urayan di atas Maka jelas walau Yusuf oknum Staf Kecamatan tersebut belum
menerima Uang tetapi Idcard PERS Dian Syahputra Pasi sudah di Pihak Kecamatan
dan menjadikan jaminan/ barang sebagai Pengganti yang mereka maksud (Uang
Administrasi) maka di duga yang di lakukan oleh Oknum Kecamatan Warudoyong yaitu
YUSUF telah meminta sejumlah Uang atas Pelayanan dalam Kinerjanya, tentu saja
telah melanggar Pasal 423 KUHP.
Di duga
Pejabat/ PNS yang demikian harus di tindak secara tegas karena sudah melanggar
hukum dan sudah melanggar Sumpah sepeti yang tertuang di dalam
Perundang-undangan Pegawai Negri Sipil juga telah melecehkan nama baik
Kepemerintahan tentunya telah merugikan
banyak orang dan mengenyampingkan Martabat Bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan demi tegaknya Supremasi Hukum.
Potret kasus
yang menimpa Dian tersebut terjadi tentunya tidak sekali sebab bukan tidak
mungkin banyak juga Dian-Dian yang lainnya. Pertanyaannya hal tersebut terjadi
apa karena kurangnya control disiplin yang di terapkan Camat selaku pimpinan
Kecamatan, atau karena memang sudah menjadi hal yang terbiasa. Padahal menurut
Perundang-undangan PNS ; Pasal 423 KUHP yang berbunyi : Pegawai
negeri yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa orang lain untuk
menyerahkan sesuatu, melakukan suatu pembayaran, melakukan pemotongan terhadap
suatu pembayaran atau melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi sendiri, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun.
Menurut
ketentuan yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kejahatan yang diatur dalam Pasal 423 KUHP
merupakan tindak pidana korupsi, sehingga sesuai dengan ketentuan pidana yang
diatur dalam Pasal 12 huruf e dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, pelakunya dapat dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau dengan pidana penjara paling singkat empat
tahun dan paling lama dua puluh tahun dan pidana denda paling sedikit dua puluh
juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah.
Tindak
pidana yang diatur dalam Pasal 423 KUHP maksud untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum di dalam rumusan Pasal 423 KUHP itu
merupakan suatu bijkomend oogmerk. sehingga oogmerk atau maksud
tersebut tidak perlu telah terlaksana pada waktu seorang pelaku selesai melakukan
perbuatan-perbuatan yang terlarang di dalam pasal ini.
Dari rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam
Pasal 423 KUHP di atas, dapat diketahui bahwa yang dilarang di dalam pasal ini
ialah perbuatan-perbuatan dengan menyalahgunakan kekuasaan :
·
untuk menyerahkan sesuatu;
·
untuk melakukan suatu pembayaran;
·
untuk menerima pemotongan yang
dilakukan terhadap suatu pembayaran;
·
untuk melakukan suatu pekerjaan
untuk pribadi pelaku.
Sejak diperkenalkannya kata PUNGUTAN LIAR oleh
seorang pejabat negara, tindak pidana yang dimaksudkan dalam Pasal 423 KUHP
sehari-hari disebut sebagai pungutan liar. Pemakaian kata pungutan liar itu
ternyata mempunyai akibat yang sifatnya merugikan bagi penegakan hukum di tanah air,
karena orang kemudian mempunyai kesan bahwa menurut hukum itu seolah-olah
terdapat gradasi mengenai perbuatan-perbuatan memungut uang dari rakyat yang
dilarang oleh undang-undang, yakni dari tingkat yang seolah-olah tidak perlu dituntut
menurut hukum pidana yang berlaku hingga tingkat yang seolah-olah harus
dituntut menurut hukum pidana yang berlaku, sedang yang dewasa ini biasa
disebut pungutan liar itu memang jarang membuat para pelakunya diajukan ke
pengadilan untuk diadili, melainkan cukup dengan diambilnya tindakan-tindakan
disipliner atau administratif terhadap mereka, padahal kita semua mengetahui
bahwa yang disebut pungutan liar itu sebenarnya merupakan tindak pidana
korupsi.
Kebiasaan
tidak mengajukan para pegawai negeri yang melanggar larangan-larangan yang
diatur dalam Pasal 423 atau Pasal 425 KUHP Jo. Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 ke pengadilan untuk diadili, dan semata-mata hanya mengenakan
tindakan-tindakan administratif terhadap mereka itu perlu segera dihentikan,
karena kebiasaan tersebut sebenarnya bertentangan dengan beberapa asas tertentu
yang dianut oleh Undang-Undang Hukum Acara Pidana kita yang berlaku,
masing-masing yakni:
1. Asas
legalitas, yang menghendaki agar semua pelaku sesuatu tindak
pidana itu tanpa kecuali harus dituntut menurut undang-undang pidana yang
berlaku dan diajukan ke pengadilan untuk diadili;
2. Asas
verbod van eigen richting atau asas larangan main hakim sendiri, yakni
menyelesaikan akibat hukum dari suatu tindak pidana tidak
melalui proses peradilan.
Maksud untuk tidak mengajukan tersangka ke
pengadilan untuk diadili, maka maksud tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan
peraturan-peraturan perundangan yang berlaku.
PERPRES NOMOR 87 TAHUN 2016
Dalam
www.saberpungli.id Presiden Joko
Widodo memberikan perhatian khusus terkait perizinan di daerah. Kemudahan
perizinan bagi para investor merupakan salah satu upaya pemerintah agar
Indonesia memiliki daya saing dalam kemudahan berusaha dibanding dengan
negara-negara lainnya. Namun, Presiden masih mendengar adanya keluhan terkait
pungli selama proses perizinan berlangsung.
Oleh
karenanya, untuk mencegah birokrasi yang terlalu panjang, Presiden berharap
agar segala bentuk perizinan yang ada dapat lebih disederhanakan. Sebab, upaya
pemerintah pusat untuk menyosialisasikan Indonesia sebagai negara yang ramah
investasi tidak akan berhasil bila tidak didukung oleh pemerintah daerah.
Dalam
Peran Pemerintah bergerak cepat dalam memberantas pungutan liar (pungli).
Terkini, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres)
yang bertindak sebagai payung hukum pembentukan Tim Sapu Bersih Pungutan Liar
(Saber Pungli).
Saat
menandatangani Perpres bernomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih
Pungutan Liar tersebut, Presiden Joko Widodo telah mengingatkan jajarannya agar
gerakan sapu bersih pungli tidak hanya dilakukan di luar institusi penegakan
hukum, tapi juga menyasar kepada lembaga penegakan hukum itu sendiri. Hal
tersebut disampaikan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam keterangannya
di Kantor Presiden, Jumat, 21 Oktober 2016.
"Presiden
menyampaikan pesan yang sangat kuat bahwa saber pungli ini jangan hanya
mengejar yang di luar tetapi juga ke dalam karena unsur yang terlibat di
dalamnya seperti kepolisian, kejaksaan, Kemendagri, maka tentunya juga harus
berani untuk membersihkan ke dalam," terang Pramono.
Sementara
itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam)
Wiranto yang turut memberikan keterangan mengungkapkan bahwa pemerintah juga
akan fokus untuk mereformasi bidang hukum di Indonesia. Setelah sebelumnya,
pemerintah telah memfokuskan diri pada penguatan fondasi ekonomi dengan
mengeluarkan sejumlah kebijakan di bidang ekonomi.
"Tujuan
yang ingin kita capai, yakni memulihkan kepercayaan publik, memberikan
keadilan, dan kepastian hukum," kata imbuh Wiranto.
Setidaknya,
masih menurut Wiranto, reformasi hukum yang hendak dilakukan oleh pemerintah
saat ini terbagi ke dalam tiga ruang lingkup. Lingkup pertama ialah penataan
regulasi.
"Mengapa?
Karena di sana banyak regulasi yang tumpang tindih, regulasi yang tidak
efisien, regulasi yang justru tidak menguntungkan dari sisi penegakan
hukum," terangnya.
Sebagaimana
yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo sebelumnya, maka lingkup kedua dari
reformasi hukum di Indonesia ialah pembenahan lembaga dan aparat penegak hukum
itu sendiri. Dalam pembenahan ini, pemerintah menyasar pada lembaga maupun
aparat yang secara nyata tidak menjalankan tugasnya dengan proporsional dan
profesional.
Sementara
lingkup ketiga dalam upaya pemerintah mereformasi hukum ialah membangun budaya
hukum di kalangan masyarakat. Budaya hukum yang hendak dibentuk tentulah
menjadi angin segar tersendiri mengingat upaya reformasi hukum ini menyentuh
aspek penegakan hukum yang paling dasar.
Reformasi
Hukum Tahap Pertama
Pada
tahap pertama reformasi hukum ini, pemerintah menitikberatkan pada upaya-upaya
yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat karena sifatnya yang penting dan
sangat merisaukan. Karenanya, dalam tahap pertama ini, pemerintah kemudian
memfokuskan diri pada lima perkara hukum, yakni:
1.
pemberantasan pungutan liar; 2, dan seterusnya termasuk
Surat-Surat.
"Khusus
untuk pemberantasan pungli, kita sangat serius menangani ini dan kita sangat
antusias karena tanggapan publik sungguh luas. Tanggapan publik juga
mengisyaratkan adanya satu dukungan penuh terhadap langkah-langkah pemerintah
untuk melakukan suatu pemberantasan pungli," terang Wiranto.
Perpres
Nomor 87 Tahun 2016 kemudian mengatur pembentukan Tim Saber Pungli dalam upaya
pemberantasan pungutan liar di Indonesia. Tim Saber Pungli sendiri dalam
operasinya dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
(Menko Polhukam) Wiranto. Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dipastikan akan bahu membahu dalam
mengawal pemberantasan pungli, baik itu di pusat maupun daerah.
Menurut
keterangan ahli hukum (Kasidatun Bpk. Suntoro) Kejari Kota Sukabumi saat di
minta Pandangan tentang kejadian yang menimpa Dian di Kecamatan Warudoyong “walau
seseorang belum memberikan Uang yang di minta oleh oknum tersebut tetapi sudah
menyimpan barang jaminan atau jaminan apapun itu sudah jelas unsur punglinya
sudah Kena dan bisa di ajukan ke ranah hukum” tegasnya. Taem BI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar