RANCANGAN KUHP SEPUTAR KERJA
JURNALISTIK,
SALAH SATU PENGKEBIRIAN JURNALIS
AKAN BERDAMPAK NEGATIF PADA BANGSA
DAN NEGARA
Nasional Pers,
Pada
dasarnya, Wartawan adalah Profesi sebagai Penulis berita yang hasil
dari liputan lalu diramu dan dibuat berita yang berimbang dan photo, dan disampaikan kepada khalayak ramai (publik/pembaca)
dalam bentuk pemberitaan yang Per pada akhirnya dari Gunung hingga Lembah,
Kampung sampai ke Kota akan mengetahui aktifitas kehidupan sesamanya sehingga
itu salah satu bentuk Informasi sehingga secara langsung bahwa Berita salah
satu alat untuk mencerdaskan Bangsa tentunya dengan Berita-berita yang benar.
Keterbuakaan Informasi Publik juga salah satu
tuntutan kinerja Jurnalis dalam Pemberitaan dalam berbagai kegiatan, secara
tidak langsung Wartawan adalah Pengawasan dari unsur masyarakat sebagai control
social dalam setiap kegiatan Pemerintah Pusat sampai kepada tingkat Masyarakat
Wartawan
Indonesia terhadap berita yang tidak benar harus segera mencabut, meralat, dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf
kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Hak
jawab dan hak koreksi merupakan suatu langkah yang dapat diambil oleh pembaca
karya Pers Nasional apabila terjadi kekeliruan pemberitaan, utamanya yang
menimbulkan kerugian bagi pihak tertentu. Bila hak jawab ini tidak dilayani
oleh pers, maka perusahaan pers dapat dipidana.
Berita yang Keliru
Soal pemberitaan yang salah, Pasal 10 Peraturan Dewan Pers Nomor
6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor
03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalis Sebagai Dewan Pers (“Kode Etik Jurnalistik”) menyatakan:
“Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf
kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.”
Di dalam dunia pers dikenal 2 (dua)
istilah yakni : hak jawab dan hak koreksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
1. Hak Jawab adalah hak
seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan
terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
2. Hak Koreksi adalah hak
setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang
diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
Hak jawab dan hak koreksi merupakan
suatu langkah yang dapat diambil oleh pembaca karya Pers Nasional apabila
terjadi kekeliruan pemberitaan, utamanya yang menimbulkan kerugian bagi pihak
tertentu.
Upaya yang Dapat Ditempuh Akibat Pemberitaan Pers yang
Merugikan
Dalam kasus yang di hadapi tentunya
merujuk pada asumsi di atas, berpandangan bahwa Anda sebagai pihak yang
dirugikan secara langsung atas pemberitaan wartawan memiliki Hak Jawab untuk
memberikan klarifikasi atas pemberitaan tersebut.
Lebih lanjut, langkah berikutnya
yang dapat di lakukan adalah membuat pengaduan di Dewan Pers. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan
pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang
independen.
Dewan Pers Indonesia mendefinisikan pengaduan
sebagai kegiatan seseorang, sekelompok orang atau lembaga/ instansi yang
menyampaikan keberatan atas karya dan atau kegiatan jurnalistik kepada Dewan
Pers.
Salah satu fungsi Dewan Pers yaitu memberikan pertimbangan dan mengupayakan
penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan
pemberitaan pers.
Dengan demikian, berpandangan bahwa siapapun
dapat menjadi pengadu di Dewan Pers untuk mengajukan keberatan atas karya
jurnalistik dari wartawan tersebut.
Bila Hak Jawab Tak Membuahkan Hasil
Apabila Hak Jawab dan Pengaduan ke
Dewan Pers tidak juga membuahkan hasil, maka UU Pers juga mengatur ketentuan
pidana dalam Pasal 5 jo. Pasal 18 ayat (2) UU Pers sebagai berikut:
Pasal 5 UU Pers :
(1)Pers nasional
berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma
agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
(2) Pers wajib melayani Hak Jawab.
(3) Pers wajib melayani Hak Koreksi.
Pasal
18 ayat (2) UU Pers:
“Perusahaan pers yang melanggar
ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers.
2. Peraturan Dewan Pers Nomor
3/Peraturan-DP/VII/2013 tentang Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers.
3. Peraturan Dewan Pers Nomor
6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor
03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalis Sebagai Dewan Pers. “fiks”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar